
BEBERAPA hari terakhir ini linimasa Facebook saya memuat banyak informasi kecemasan sebagian umat Islam atas implikasi keberadaan pemuka Syiah Iran yang tengah ke Jakarta. Banyak foto tersaji kiprah sang pemuka itu ketika melakukan aktivitas ritual agama tersebut bersama umatnya di sini. Mulai dari merayakan hari keagamaannya hingga bincang-bincang dengan umatnya dan anjangsana ke penguasa Jakarta. Bahkan, pendirian televisi umat mereka semacam gendang keprihatinan yang kudu disimak Muslimin di negara tercinta kita.
Atas foto-foto yang beredar itu, ditulislah banyak kekhawatiran atas ancaman yang sudah tidak laten dari Syiah di negara kita. Dengan menuangkan tulisan dan lampiran foto, publik di jagat maya ingin disadarkan atas bahaya besar yang siap mengancam Indonesia.
Asumsikan saja foto itu akurat adanya berupa kegiatan sang pemuka agama di negeri kita. Termasuk hari raya yang disebut-sebut membolehkan umpatan pada para pemuka sahabat Rasulullah. Namun dari sekian banyaknya informasi bernada peringatan keras itu, saya merasa perlu sedikit berbagi saran agar kampanye bahaya Syiah bukan lahirkan hasil berkebalikan. Alih-alih mengikuti saran dan peringatan kita, malah orang yang membaca informasi justru jadi penasaran. Bagaimana bisa?
Bahwa Syiah berada sebagai posisi ancaman keutuhan NKRI, tidak perlu dibahas di sini. Banyak tulisan yang bisa diakses untuk menelisik pandangan ini. Bagaimana bisa kita meyakini Pancasila dengan ketuhanan yang Maha Esa apabila ada kalangan yang mendaku Islam justru malah tidak sungkan mencaci keluarga dan sahabat Baginda Nabi dengan atas nama pandangan keyakinannya. Di sinilah letak problema keberadaan Syiah; menyulut permusuhan dengan mengusik keyakinan yang sudah dianggap mapan dalam kalangan Islam (Sunni).
Meski Syiah sebuah persoalan besar dan penting, hendaknya umat Islam tidak perlu gegabah melontarkan makian dan kampanye gegabah. Mari kita lihat siapa pemilik wajah-wajah yang di foto betebaran di jagat maya selaku umat pendengar pemuka Syiah di atas?
Ternyata mayoritas anak muda, baik pria maupun wanita. Pada usia ini, gejolak dan hasrat beragama menggebu. Tidak peduli kebenaran yang diyakini patut diskpetisi atau diprasangkai. Di sinilah dibutuhkan komunikasi elegan nan santun kala menyapa sebagian masyarakat yang ingin disadarkan soal Syiah.
Ada kalangan yang memang sudah antipati pada Syiah; kalangan ini tidak perlu bahasa keras bernada ancaman pun pasti membenci Syiah. Ada yang membela habis-habisan Syiah, mereka ini dengan sering “dikerasi” malah makin militan. Ingat, tegas membela akidah Islam tidak berarti kita boleh keras. Tuturan kata dan lisan boleh lembut, tapi tidak ada kompromi untuk tegas. Walau begitu, jangan campur-baurkan ketegasan dan “kekerasan berbahasa” lantaran bisa blunder hasilnya.
Pasalnya, ada juga kalangan ketiga, yakni awam yang hanya menyimak keriuhan wacana publik di jagat maya dan media massa. Mereka ini belum berafiliasi kuat, mendukung atau menolak Syiah. Hendaknya kalangan ini jadi target utama buat mendukung gerakan waspada Syiah. Terlampau mengerasi Syiah lewat kata-kata dan foto di luar konteks, hanya akan menghadirkan viral dan simpati. bukannya sadar, malah kalangan awam itu jadi penasaran dengan wajah Syiah.
Kita lihat cara komunikasi istri pentolan Syiah di tanah air. Dia santai bicara, meski isi yang disampaikannya ngawur dan menjungkirbalikkan akal dan nurani. Lain lagi dengan seorang akademisi perempuan dari Bandung yang “diplot” agama tersebut sebagai juru bicara akademis; dia memintal kata dan logika secara teratur-sistematis dan seolah berbasis fakta kuat. Tidak ada caci maki, malah yang ada sindiran kepada lawannya yang perlihatkan “kekerasan”. Inilah problem dan tantangannya.
Ya, kita berjuang membela kebenaran, tapi lupa militansi kita perlu taktik cerdas dalam menyentuh hati. Bertubi-tubi memenuhi linimasa dengan kata-kata ancaman dan larangan, tapi luput atau sedikit membicarakan keburukan mereka dengan kalimat logis-faktual dan santun. Foto-foto yang kita unggah pun kadang lupa diselisik apakah orisinal ataukah berbeda konteks. Jangan sampai niat baik dan kebenaran pesan gugur jadi cemooh lantaran kejahilan kita dalam berdakwah.
Bagaimanapun juga, ada ribuan anak-anak muda, sebagaimana pengikut majelis sang pemuka agama asal Iran itu di sini. Wajah-wajah polos yang entah kenapa terpikat dengan keyakinan itu. Jangan sampai kata-kata kita di jagat maya malah bikin penasaran teman sebaya mereka lantaran bahasa kita kasar memaki, sementara mereka membela diri bahkan berdiam seakan pihak yang patut dibela-dikasihani.
Mencela dan menyadarkan umat dari bahaya Syiah, dengan demikian, perlu taktik komunikasi yang mudahkan pesan dengan tetap kedepankan akhklak. Sebab, rusaknya keyakinan Syiah adalah karena rusaknya adab mereka. Tidak boleh kita yang sudah berada bukan di rel mereka, malah ikut-ikutan hancurkan ajaran Islam tanpa sadar, yakni dengan membiarkan banyak anak muda penasaran dan bersimpati pada mereka. []
Post A Comment:
0 comments: