
Mohammad Hariadi Nasution/Foto: Suara-Islam.com
PUSAT Hak Asasi Manusia Islam Indonesia (PUSHAMI) meminta kepada pemerintah, khususnya BIN, Polri, Kemenlu, dan Imigrasi untuk transparan serta berlaku obyektif dan adil dalam menyikapi konflik di Suriah, khususnya isu dugaan hilangnya 16 WNI di Tuki.
Menurut PUSHAMI, harus dipahami, konflik di Suriah yang melibatkan Islamic State (IS) dan kelompok jihad lainnya adalah sebagai upaya melawan rezim Suriah serta kelompok Syiah internasional yang didukung Amerika, Syiah Hizbullah, dan Iran.
Karena itu, PUSHAMI juga meminta kejelasan dan klarifikasi kepada pemerintah terkait WNI yang bergabung dengan milisi Syiah Hizbullah di Suriah.
“Meminta klarifikasi pemerintah (BIN, Polri, Kemenlu, Imigrasi) terkait dengan WNI yang bergabung dengan milisi Syiah Hizbullah di Suriah dan akan kembali ke Indonesia setelah 3 bulan,” desak Ketua Badan Pengurus PUSHAMI, Muhammad Hariadi Nasution, SH, MH, dalam keterangannya kepada Islampos, Kamis (12/3/2015).
Bergabungnya WNI dengan milisi Syiah Hizbullah di Suriah, ungkap PUSHAMI, adalah bentuk realisasi seruan tokoh Syiah ‘Ayatullah’ Ali Al-Sistani, Jumat 27 Juni 2014, yang meminta warga Syiah untuk mengangkat senjata senata melawan IS dan tanzim jihad lainnya.
“Tokoh Syiah lainnya seperti ‘Ayatullah’ Murtada Qazwaini dan Ammar Al Hakim, bahkan mengenakan pakaian militer untuk memprovokasi relawan agar mau berperang di Suriah,” papar pria yang akrab disapa Ombat ini.
Dalam pernyataannya, PUSHAMI juga mengingatkan, bahwa polemik yang dimunculkan oleh pemerintah Indonesia di media atas konflik yang terjadi di Suriah, merupakan upaya yang berbahaya, yaitu melakukan instalasi konflik Suriah di Indonesia yang akan memicu konflik horizontal. [rn/Islampos]
Post A Comment:
0 comments: